Surabaya – DPRD Kota Surabaya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menggelar rapat koordinasi (Rakor) tentang pemberantas korupsi. Senin (14/10/2024) siang
Rapat koordinasi tersebut mengundang sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di lantai 3 ruang rapat utama DPRD Kota Surabaya.
Adi Sutarwijono Ketua Sementara DPRD Kota Surabaya Periode 2024 – 2029 mengatakan, bahwa Divisi Koordinasi – Supervisi (Korsup) KPK RI memberikan sosialisasi pemberantasan korupsi kepada 50 anggota dewan
“Kita bersyukur diperkenalkan 8 kerawanan jenis korupsi agar kita sama sama bisa mencegah (Korupsi),” ujar Adi Sutarwijono kepada wartawan usai rapat koordinasi.
Menurut legislator dari fraksi PDIP ini, hal itu berkaitan dengan peran anggota dewan dalam melakukan pengawasan, budgeting, dan hak legislasi.
“Karena DPRD Kota Surabaya sebagai mitra kerja dari pemerintah kota Surabaya,” terang Adi Sutarwijono
Dalam rapat koordinasi tersebut, pihaknya juga menyampaikan, bahwa data yang ada di kota Surabaya dinilai cukup membanggakan.
“Seperti Monitoring Center For Prevention (MCP) kita sampai 97 persen, dan Survei Penilaian Integritas (SPI) 78 persen,” ungkap Adi Sutarwijono.
Terkait dengan kerawanan korupsi pokok pikiran (Pokir), ia menambahkan pokir selama ini sudah disepakati dan berlaku di DPRD Kota Surabaya.
“Jadi usulan usulan melalui hasil reses DPRD kota Surabaya dimasukan dalam arsip PD (Pemerintah Daerah),” kata Adi Sutariwijono
Setelah itu, pihaknya mengaku tidak mengurus lagi dan tidak mengawal bahkan tidak mengetahui siapa yang mengerjakan.
“Yang mengerjakan adalah pemerintah kota Surabaya sehingga pertanggung jawaban pekerjaan itu betul betul diperjelas bagi warga surabaya,” kata Adi Sutarwijono.
Sementara itu, Irawati selaku Satgas Pencegahan Direktorat III Koordinasi – Supervisi (Korsup) KPK RI mengatakan pihaknya menekankan sinergi antara pemerintah kota Surabaya dengan anggota DPRD kota Surabaya.
“Dalam hal apa ? yaitu dalam hal 4 aspek, kewenangan mereka adalah dalam hal penganggaran, dalam hal pengawasan, dan legislasi,” ujar Irawati.
Dalam rakor, ia menjelaskan pihaknya fokus terkait dengan tata kelola dan meminta untuk diberikan informasi informasi.
“Terkait dengan pembenahan tata kelola yang ada di kota Surabaya itu sendiri,” terang Irawati.
Jika berbicara mengenai tata kelola berpotensi kerawanan korupsi yang selama ini, menurut ia, masih terjadi di Indonesia
Bahkan berdasarkan penanganan kasus yang ada KPK, ia membeberkan masih di area area tersebut.
“Sehingga di dalam proses perencanaan harus betul betul tepat sasaran dan sesuai dengan prioritas atas pembangunan daerah,” tutut Irawati.
Sedangkan data dasar terkait dengan perencanaan, menurut ia harus juga dibuktikan terkait dengan validasi dan kebutuhan atas daerahnya.
Kemudian anggaran di dalam konteks mengalokasikan APBD, lanjut ia menjadi suatu belanja operasional, modal dan lain sebagainya.
“Itu harus dilihat dari konteks efisiensi efektifitasnya,” imbuh Irawati
Terkait konteks alokasi APBD dalam hal pendapatan, menurut ia itu harus juga dilihat terkait sejauh mana potensi atas pendapatan daerah itu sendiri.
“Sehingga dapat dikenakan satu target yang dapat dipertanggung jawabkan seperti itu,” kata Irawati
Terkait dengan konteks ASN di dalam manajemen pemerintah kota Surabaya, ia mengatakan, harus profesional mekanisme promosi atau rotasi harus dapat dilihat dan dipertanggung jawabkan.
“Dan ASN harus tahu, dia dapat promosi itu seperti apa, caranya bagaimana dan lain sebagainya baik itu PNS maupun PPPK,” kata Irawati
Terkait dengan aset, menurut ia sangat penting bagaimana pengelolaan barang milik daerah di kota Surabaya itu sendiri.
“Sejauh mana aset aset yang bermasalah sejak dini diurai, jangan dibiarkan,” tutur Irawati.
Pihaknya juga mendorong pengelolaan aset milik pemerintah daerah harus mampu mengklasifikasikan aset tersebut menjadi kategori K1,K2 dan K3 seperti yang sudah disampaikan dalam rapat koordinasi.
“Mana yang menjadi perioritas di dalam konteks K1 dan K2, tetapi untuk K3 itu wajib harus diurai jangan menjadi momok yang tidak terselesaikan,” imbuh Irawati.
Terkait dengan pelayanan publik, menurut ia, para media juga harus mengawasi dalam konteks watchdog kepada pemerintah daerah.
“Sejauh mana sih kualitas pelayanan publik, mulai pelayanan publik dasar pendidikan, kesehatan Dukcapil dan lain sebagainya, sehingga ketika ada satu masukan menjadi masukan yang positif bagi pemerintah kota Surabaya,” kata Irawati
Terkait dengan kerawanan pokok pikiran (Pokir), pihaknya diamanatkan oleh pimpinan KPK untuk sama sama mengingatkan kembali yang menjadi kewenangan DPRD harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu daerah melalui prioritasnya.
“Jadi pokir itu bukan bicara mengenai pagu, dan bukan bicara mengenai pemaksaan, tapi bicara tentang keselarasan,” kata Irawati
Hal terpenting menurut ia, ketika pokok pikiran itu sudah dimasukan dan menjadi suatu program kegiatan yang ada di OPD.
“Jangan ada cawe – cawe yang ada di sana, baik dalam pemaksaan, siapa yang mengerjakan dan lain sebagainya,” pungkas Irawati. (irw)