Surabaya – Kejaksaan Negeri Surabaya memberikan kebijakan restorative justice, pada pasangan suami istri Muhammad Haviv Setiadi dan Nurul Afiyah, warga Jalan Bratang Gede Surabaya Jawa Timur.
Kedua Pasutri ini, tersandung masalah hukum karena telah menelantarkan anak kandungnya yang masih berusia 3 bulan.
Keduanya, disangka melanggar UU Perlindungan Anak. Pasal 77B Jo Pasal 768 UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peristiwa ini berawal dari, Muhammad Haviv Setiadi dan Nurul Afiyah yang berpacaran, dan membuat Nurul Afiah hamil diluar nikah.
Mereka pun takut, akhirnya memilih mencari kos kosan untuk tinggal berdua. Usai melahirkan, kehidupan ekonomi pasangan ini, mengalami goncangan.
Haviv panggilan Muhammad Haviv Setiadi di putus kontrak dari pekerjaannya sebagai pramusaji di sebuah rumah makan cepat saji.
Sedangkan Nurul Afiah, dipotong gajinya karena cuti selama hamil, Mereka takut untuk berbicara kepada kedua orang tuanya, atas masalah yang dihadapinya.
Sehingga, keduanya terpaksa melakukan tindakan nekat, menelantarkan anaknya di teras rumah orang tuanya.
Dengan berat hati, mereka meninggalkan bayinya, dengan menyisipkan sepucuk surat yang memohon agar sang bayi tidak diserahkan kepada orang lain, dan akan diambil kembali.
Mereka memilih rumah orang tuanya agar bayi ini, tak jatuh ke orang lain, Bayi tersebut kemudian, ditemukan oleh orang tua Haviv, diteras rumah, dengan mulut di kerubuti semut.
Karena ketidak tahuan orang tuanya, kasus di laporkan ke Polisi, hingga menjadi urusan hukum.
Polisi Polsek Wonokromo pun berhasil menangkap Haviv dan Nurul setelah tiga hari pencarian.
Hal ini membuat geger, keluarga besar kedua pasangan. Keluarga meminta kepada Polisi agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, permintaan itu tak di tanggapi, Haviv dan Nurul tetap di tahan, dan berkas pemeriksaan tetap dilimpahkan ke kejaksaan Negeri Surabaya dan telah dinyatakan P21.
Ali Prakosa, S.H., M.H., Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Surabaya, yang mempelajari berkas dakwan kedua pasangan ini, merasa tersentuh hatinya.
“Demi kepentingan anak, agar tak terpisah dengan ibu dan bapaknya, kami upayakan untuk melakukan permohonan restorative justice. Jika kasus ini tetap di lanjutkan maka kasihan anak nya akan lebih lama berpisah dengan orang tuanya,” terang Ali Prakosa. Kamis (5/9/2024)
Selanjutnya, Ali Prakosa mengambil langkah bijak, untuk menyelenggarakan penandatanganan Pakta Integritas Perkara Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,
Acara ini bertempat di Rumah Restorative Justice Omah Rembug Adhyaksa, Gedung Fakultas Unair lantai 3.
Agenda tersebut menandai upaya serius dalam menyelesaikan kasus penelantaran bayi dengan pendekatan keadilan restoratif.
Keadilan restoratif yang difasilitasi oleh Kejari Surabaya hadir sebagai jembatan penyelesaian, tidak hanya bagi para pelaku,
tetapi juga untuk kepentingan terbaik anak yang menjadi korban. Surat perintah proses perdamaian (RJ-1) yang dikeluarkan tertanggal 5 September 2024, membuka jalan untuk penyelesaian di luar pengadilan, menghindarkan kedua orang tua dari tuntutan lebih berat, sekaligus memberikan ruang untuk refleksi dan perbaikan di masa depan.
“Kalau kasus ini diteruskan juga tak menghasilkan apa apa, jadi kami akan mengajukan surat RJ ke Kejati agar menyetujuinya upaya kami demi kemanusian. Agar anak dan orang tua bisa berkumpul kembali. Kalau di tahan maka semakin lama anak tak bisa menemui ibu bapaknya. Sementara itu . Kedua kami kenakan tahanan kota sampai surat permohonan RJ kami di setujui oleh Kejati,” Papar Ali Prakosa.
Sementara itu, pasangan muda Haviv dan Nurul merasa bersyukur bisa kembali bersama keluarga di rumah. Mereka berjanji tak mengulangi perbuatannya dan merawat anaknya dengan baik.
Selama dua bulan di tahan di Polsek dan Kejaksaan, merek mengaku sangat menyesal dan rindu bertemu anaknya.
“ Saya sangat bersyukur bisa kembali bersama, saya dan saya berjanji akan merawat anak saya ini dan tak mengulangi perbuatan ini lagi,” katanya Haviv dan Nurul sembari berlina air mata.
Dalam kasus ini, penandatanganan pakta integritas ini membawa pesan kuat bahwa restorative justice dapat menjadi solusi yang lebih manusiawi bagi kasus-kasus yang melibatkan kesalahan individu yang berada dalam tekanan luar biasa.
Kejari Surabaya melalui pendekatan ini berhasil membuktikan bahwa setiap masalah memiliki ruang untuk penyelesaian yang berlandaskan kemanusiaan, di mana korban dan pelaku dapat berdamai demi masa depan yang lebih baik. (brow)