Surabaya – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan layanan “1 kelurahan 1 ambulans” untuk melayani antar-jemput pasien berobat secara gratis di halaman Balai Kota, Senin (22/7/2024). Layanan ini bertujuan agar masyarakat Kota Pahlawan mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, serta bisa ditangani dengan tepat.
Eri Cahyadi mengatakan, waktu tanggap (response time) yang tepat dan cepat berperan besar dalam menjaga keselamatan nyawa manusia. Response time tersebut diklasifikasikan ke dalam dua aspek penanganan. Pertama, penanganan pengantaran pasien ke fasilitas kesehatan terdekat yang difasilitasi ambulans.
“Semakin cepat ambulans datang lengkap dengan skema pertolongan pertama yang memadai, dengan alat yang lengkap pula, maka semakin besar pula kemungkinan pasien bersangkutan selamat dan sembuh. Inilah urgensi layanan satu ambulans satu kelurahan, sehingga akses ambulans semakin dekat dan cepat ke warga sampai kampung-kampung,” ujar Eri Cahyadi.
“Ojo sampek (jangan sampai) warga yang sakit tidak tertolong gara-gara lama nunggu ambulans, ambulans telat, atau bahkan bingung cari ambulans sehingga tidak bisa dibawa ke rumah sakit,” imbuh Eri.
Aspek kedua dalam penanganan, lanjut Eri, adalah di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pemkot Surabaya telah membagi waktu tanggap di IGD rumah sakit daerah. “Misalnya ada kategori prioritas 1 dengan response time di IGD harus 5 menit, seperti pada kasus-kasus henti jantung atau stroke. Juga ada prioritas 2 untuk masalah-masalah lain. Semua sudah kita bikin Standard Operating Procedure (SOP) untuk kepentingan pasien,” ujarnya.
Eri mengatakan, perpaduan response time kecepatan ambulans dan IGD akan meningkatkan pelayanan kepada warga untuk bisa menyelamatkan banyak orang.
“Sehingga tidak hanya kecepatan dalam response time ambulans yang kita perhatikan dengan program satu ambulans satu kelurahan ini, tetapi juga penanganan di IGD-nya juga wajib diperhatikan,” tegas wali kota muda tersebut.
Eri menambahkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (2019), Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN dengan akumulasi kunjungan pasien ke IGD yang tinggi, mencapai yang tinggi, mencapai kisaran 4,4 juta kunjungan.
“Di Surabaya, kami ingin agar response time penanganan pasien sejak dari ambulans sampai IGD benar-benar cepat dan tepat,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Eri, saat ini ada kecenderungan peningkatan penyakit tidak menular seperti henti jantung, stroke, dan hipertensi. Bahkan serangan jantung masih menjadi pembunuh manusia nomor satu di negara maju dan berkembang dengan menyumbang 60 persen dari seluruh kematian. Kesiapsiagaan diperlukan untuk menyelamatkan banyak nyawa. Secara paralel juga terus dimasifkan budaya hidup sehat untuk mengurangi potensi terjadinya masalah kesehatan.
“Maka di satu sisi kita hadirkan ambulans untuk pelayanan kedaruratan. Tetapi di sisi lain, kita juga ada program Satu RW Satu Nakes sebagai bagian dari upaya promotif preventif untuk menggalakkan budaya hidup sehat sampai kampung-kampung,” terang Eri.
Lanjut Eri, layanan 1 kelurahan 1 ambulans ini juga berhubungan dengan layanan 1 RW 1 tenaga kesehatan (nakes). Apabila di suatu RW ada orang yang membutuhkan layanan kesehatan bisa dilakukan dengan cepat, lalu ketika orang tersebut membutuhkan rujukan ke Puskesmas atau Rumah Sakit (RS) bisa langsung mengunakan layanan ambulans di kelurahan.
“Jadi kenapa kemarin juga diresmikan 1 RW 1 nakes, karena ini saling berhubungan. Dengan 1 RW 1 nakes orang tidak harus menunggu untuk mendapatkan layanan kesehatan, kalau keadaannya nemen (parah) bisa menghubungi layanan ambulans untuk diantar ke Puskesmas atau RS,” paparnya.
Wali Kota Eri berharap, dengan layanan kesehatan yang saling terintegrasi bisa memperpanjang harapan hidup warga Kota Pahlawan.
“Dengan 1 kelurahan 1 ambulance harapan hidup warga Surabaya supaya lebih panjang dan lebih baik, serta bisa hidup lebih sehat,” harapnya.
Tak lupa, Wali Kota Eri juga mengucapkan terima kasih kepada para pemilik ambulance swadaya yang bersedia mendukung layanan ini. Layanan 1 kelurahan 1 ambulance merupakan hasil sinergi antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama warga atau lembaga yang memiliki ambulance.
“Saya berterima kasih kepada pengelola ambulance karena sudah mau bersinergi dengan Pemkot Surabaya. Model seperti ini memperlihatkan bahwa apa yang dilakukan warga akan kembali ke warga (manfaatnya),” paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajriatin mengungkapkan, response time atau waktu tanggap darurat untuk layanan ini adalah 15 menit.
“Untuk saat ini response timenya 15 menit, tetapi kita terus berusaha kedepannya agar waktunya bisa diperpendek. Kedepan target kita bisa bergerak terus seperti mobil Pemadam Kebakaran (PMK) dengan response time 7 menit,” ujar Anna.
Anna menjelaskan, ambulans milik pemkot dan swadaya masyarakat ini diintegrasikan dengan layanan Command Center (CC) 112. Melalui layanan 112, pihaknya akan mengarahkan ambulans itu sesuai permintaan warga di setiap wilayah kelurahan yang membutuhkan.
“Warga yang membutuhkan ambulance bisa langsung ke 112, nanti mereka yang mengarahkan. Misalnya, untuk kelurahan A ada ambulance mana yang tersedia itu yang akan dihubungi, sehingga dekat dan cepat,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk mengapresiasi keterlibatan warga pemilik ambulans swadaya, Pemkot Surabaya memberikan uang sebesar Rp 500 ribu per bulan untuk membantu pengeluaran BBM (bahan bakar minyak).
Anna lantas menjabarkan jumlah layanan ambulans baik oleh swadaya masyarakat maupun pemerintah kota saat ini. Jumlah tersebut terdiri dari 96 unit swadaya masyarakat, 15 unit pelayanan dari Dinsos, dan 97 pelayanan dari Dinkes Surabaya.
“Totalnya ada 208 ambulans. Dengan jumlah 153 kelurahan se Surabaya sudah terpenuhi. Artinya, 1 kelurahan itu sudah punya 1 ambulance atau bisa lebih, dan sistemnya terpadu,” pungkas Anna.(*)