Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan melalui program urban farming. Bahkan, program yang digagas sejak tahun 2010 itu, dinilai mampu memberdayakan kelompok-kelompok tani yang ada di Surabaya.
Salah satunya yakni kelompok tani yang berada di wilayah Kelurahan Sumur Welut Kecamatan Lakarsantri Surabaya, yang masih eksis menerapkan program ketahanan pangan tersebut.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya Presley mengatakan sebagian besar masyarakat di wilayah Kelurahan Sumur Welut bekerja di bidang pertanian. Mereka menerapkan program urban farming dengan memanfaatkan lahan kosong untuk usaha berbagai jenis pertanian, seperti bertanam padi, jagung, cabai dan sayuran.
“Sebagian besar itu petani semua, karena lahannya masih luas,” kata Presley disela-sela panen cabai di lahan pertanian daerah Sumur Welut Surabaya, Rabu, (20/02/2019).
Menurutnya, hampir sekitar 80 persen masyarakat di Kelurahan Sumur Welut memilih untuk bertanam cabai. Alasannya, karena jenis tanaman hortikultura ini dinilai lebih menghasilkan keuntungan dengan masa tanam yang relatif cepat. Maka dari itu, sebagian besar kelompok tani lebih memilih komoditas hortikultura tersebut.
“Utamanya di sini itu berupa tanaman cabai kecil, nah baru tahun ini kita mencoba tanaman untuk jenis cabai besar,” ujarnya.
Ia mengungkapkan di wilayah Kecamatan Lakarsantri terdapat delapan kelompok tani, dengan anggota berjumlah sekitar 622 orang. Sementara untuk luas lahan pertanian, mencapai 457 hektar dan saat ini masih aktif dikerjakan oleh para petani. Kendati demikian, pihaknya mengaku, akan terus memberikan pendampingan kepada para kelompok tani agar hasil panen mereka bisa terus melimpah.
“Jadi setiap RW itu ada kelompok taninya sendiri-sendiri, jadi sekarang itu 80 persen (masyarakat) tanam cabai dan sisanya padi,” terangnya.
Ketua Kelompok Tani Sumur Welut Makmur, Kelurahan Sumur Welut Surabaya Heri menyampaikan dalam setiap tanam cabai, pihaknya mampu menghasilkan panen sebanyak 14 kali, dengan hasil pertanaman mencapai 1 kilogram untuk jenis cabai besar. Sementara untuk cabai rawit, menghasilkan panen sekitar setengah kilogram pertanaman. Bahkan, dalam satu hektar tanaman cabai, pihaknya mampu menghasilkan 2,5 kwintal.
“Untuk masa tanam cabai merah, empat hari sekali sudah dipetik. Kalau cabai rawit enam hari sekali, tapi kalau harga (cabai) lagi baik, lima hari sudah dipetik,” jelasnya.
Sementara untuk mendukung hasil produk pertanian mereka, dalam setiap bulan Pemkot Surabaya juga mengadakan kegiatan bertajuk minggu pertanian, sebagai wujud komitmen dalam mengembangkan dan mempromosikan produk pertanian, perikanan dan peternakan di Kota Surabaya. Salah satunya yaitu Heri yang selalu aktif mengikuti acara minggu pertanian tersebut, untuk mempromosikan dan menjual hasil produk-produk pertanian anggotanya.
“Saya sebulan sekali ikut bazar di Balai Kota, saya bawa jagung, kacang ijo, terong, cabe merah, cabe besar itu semuanya habis,” kata dia.
Ketua RW 03 Kelurahan Sumur Welut Surabaya Eko Wahyudi menambahkan selama ini jika ada kendala dalam bidang pertanian, Pemkot Surabaya melalui dinas terkait selalu turun untuk memberikan dukungan dan solusi atas permasalahan para petani.
“Kalau ada kendala sedikit, pihak PPL langsung turun, dari pihak instansi sendiri pertanian juga turun kasih support,” pungkasnya. (*)